Selasa, 28 September 2010

US3 Black diary in Ketapang


Bismillahirrahmanirrahim
Minggu, 08 – 08 – 2010.
 “ Dua hari menjelang bulan ramadhan dan mulai berpuasa. “
Hari minggu sms sudah banyak menyebar ke teman-teman U$3, bahwa hari minggu ini berkumpul di rumah lia untuk sama-sama pergi lagi ke pantai Ketapang, Pringgabaya. Seperti biasa, Nina Rainda sebagai tuan rumah di Pringga juga mengharapkan kedatangan kami. Kedatangan US3….
Sepeda motor Beat masih di mataram, mau ambil bapak gak ngasih. Paman is kemudian dengan lugunya memberikan ku kunci sepeda motornya, Si Iyad, Tiger 2000 Revolution.  Lap di tanganku yang sedang ku usapkan pada sepeda motor merah butut milik kantor bapak, aku lepas.  Dengan gerakan malu-malu tapi mau, aku terima kunci itu. “Wah,,seru nih”. Seruku dalam hati. Udah berapa kali kesempatan ini datang, tapi seakan-akan ada yang tidak rela, aku tidak pernah berhasil menggunakannya untuk pergi jauh-jauh. Termasuk ke Pringga hari minggu ini. Kepergian U$3 ke pringga ditunda ke hari esok. Apa pasal ditunda?? Setelah nanya sama lia, ternyata banyak temen yang pengen ikut juga tapi gak bisa karena terbentur dengan  kewajiban di rumah. Pian, Nayla, dsb. Akhirnya dengan sedikit gas, aku pun sampai lagi di rumah. Dengan ketetapan hati, “Bersihkan Rumah beserta isinya”.
Maka hari minggu ini menjadi hari minggu bersih-bersih,,, semuanya kami bongkar, pasang ulang. Foto-foto di dinding kami cabut, TV beserta perlengkapannya kami pindah, gorden-gorden di jendela kami turunkan, semuanya kami usahakan bersih untuk menyambut Ramadahan tahun ini. Selain itu, it is the only big chance n the last for us to clean our beloved house. Do you know why? Because my father, is been going to Mataram , follow the PeLatihan/Pendidikan. Di Hotel Grand Legi lho,,gak macam-macam. Tapi tetap saja, merupakan suatu kesempatan besar untuk kami, karena kami bebas untuk melakukan apa yang kami perlu lakukan tanpa mikir terlalu lama.
Hari Minggu itu juga adalah pawai orang-orang, sebagai peringatan hari kemerdekaan, 17 Agustus 2010, yang dipercepat oleh semua kecamatan di Lotim, berkenaan dengan tanggal 11 Agustus 2010 sudah mulai berpuasa. Sekolah-sekolah pun telah diliburkan. Oh ya, ngomong-ngomong tentang sekolah kami, SMAN 1 Aikmel (SMANEL) nih…. Ada berita super bin gede. Mutasi guru terjadi lagi. Again and again neh….. Kepala Sekolah, H. LL. Zaenul Hamdi diganti oleh Pak H. Budi, Suami dari Ummi Apon, Kepsek SMAN 2 Aikmel. Namun bukan itu yang jadi sorotannya, melainkan kepulangan kembali Pahlawan Ekstrakurikuler SMANEL, Pak Hasto Tyas Indrio.  Menurut pengamatan orang-orang, SMANEL bisa Berjaya sampai dimana-mana, seantero negeri ini, Indonesia, adalah berkat 2 pialr utama SMANEL dan ridho Illahi robbi. 2 orang itu berbagi tugas, yang satu memperbaiki keadaan/kondisi dalam sekolah (Intra), yang satunya lagi melengalng buana untuk menyalurkan bakat-bakat terpendam dari siswa – siswa SMANEL. Hampir semua kegiatan berbau pendidikakn yang diadakn oleh seabreg instansi dari berbagai penjuru diketahui oleh yang satu ini. Siapakah beliau? Beliaulah Pak Hasto, The Master of Ekstra.dan yang satunya lagi, The Master of Intra, H. LL. Akhmad Qusdi. Beliau adalah Kepsek SMANEL yang kedua, tapi dibandingkan dengan kepsek-kepsek baru SMANEL, beliau adalah yang nomor 1. Banyak sekali perubahan-perubahan serta terobosan-terobosan beliau untuk SMANEL, sehingga SMANEL bukan hanya isapan jempol, bukan saja namanya yang harum, tapi memang betul, di bawah kepemimpinan beliau, Imtak-Iptek didampingi Disiplin menjadi program utama beliau. Disiplin adalah hal yang sangat ditekankan oleh Mamiq Qudsi (nama panggilan beliau). Sebut SMANEL, ingat disiplin.
Baiklah, itu Cuma sekilas tentang SMANEL yang sudah berkali-kali gonta-ganti Kepsek dan tenaga pengajar. Mari kita tinggalkan, dan beranjak ke inti cerita kita.

Senin, 09 – 08 – 2010.
Catatan kelam U$3…….
Sekitar pukul 08.30, aku berangkat ke sekolah. Memenuhi ajakan temen-temen US3 buat pergi ke Pantai Ketapang. Di gerbang sekolah, berdiri momot seorang cewek berbaju ijo lumut, hanya seorang diri. Kasian kasian kasian, lirihku. Sudah jam segini yang datang baru Cuma satu orang saja. Padahal rumahnya terbilang cukup jauh, Toya. Sementara temen-temen yang lain, belum ada yang datang. Oh, aku juga jangan lupa dihitung. De goeh,,, “Kiki, sendirian? Mana ke yang laen??” “Belum ada yang dateng”. Jawabnya singkat. “ke rumah lia yok, katanya kemaren kita juga kumpul di rumahnya,,,mungkin anak-anak itu ada di sana juga.” Aku mengajak si kiki,,yah daripada momot, metu di pinggir gerbang sekolah, dengan bersandar di tembok, kelihatan persis sekali dengan keadaan seorang cewek yang menunggu cowoknya di sinetron-sinetron cinta anak remaja di TV. He he,,, ironis juga neh.
Sampai di rumah lia, orangnya ternyata udah siep-siep, cumin tinggal satu hal. Dia disuruh ama kakaknya buat ngejaga burung-burung kecial kuningnya, soalnya kakaknya kan keluar sebentar. Beberapa menit kemudian, Yudi Bodoh datang. Dususul oleh Wanji, Ketua Suku U$3. Kami pun berangkat ke Skulah.
Kira-kira jam 11.00, semua peserta udah pada kumpul, ada Nuzul, Nanda, Lia, Kiki, Zahara Maskanah, Daniz, Yudi Bodoh, Pian, De gOeh, Apriadi, dan Wanji. Kami pun berangkat ke rumah Nina di pringga. SAmpai di sana, udah ada Nina,Tesa, Rafiatul,Inayah,  Tary and Tina. Jadi
kalo yang cewek ada : Nina, Tesa, Tary, Tina, nanda, Lia, Kiki, Rafiatul, Inayati, dan Ninin.
Yang cowok : De gOeh, Daniz, Wanji, Nuzul, Dana, Apriadi, Pian, Yudi Bodoh, dan Juli saat kita ketemu di pantae Ketapang.
Puncak kejadian di Ketapang : Berawal dari pandangan para pemuda – pemuda yang tidak kami kenal, mereka tiba-tiba saja menyerang salah satu teman kami. Dana, Apriadi diserang.
++ Pian awalnya hanya berdiri sambil makan setusuk bakso, langsung didekati oleh salah satu dari mereka dan berkata ,”Ndak noak tene”. Pian tidak menjawab, hanya menghindar karena dia juga tidak ingin membuat masalah. Merasa tidak direspon, preman itu langsung menendang dan menampar kepala pian, yang menyebabkan bakso keluar lagi dari mulut pian. Pian kemudian dibela oleh teman-teman yang lain. Yang kemudian memicu pertarunagn antar U$3 member’s dan Preman Ketapang (PK).
++ Daniz dengan sekali tendang langsung melayang dan mendarat di atas perahu. Si penendang (sesuai cerita dari Daniz), mengambil sesuatu untuk ditimpakan ke tubuh Daniz. Nyawa daniz di ujung tanduk. Dengan sigap Daniz langsung berdiri dan lari menghindar, dan langsung dikejar oleh si penendang yang di akhir cerita ternyata orang tersebut tak lain adalah masih  ‘keluarga’ Daniz. Gila!
++ Apriadi yang dituduh oleh mereka melihat mereka terus terusan menepis tuduhan itu mentah mentah. “Tidak, aku tidak meihat mereka sama sekali. Justru mereka yang terus melihat dan mengganggu kita . kemudian, Apriadi, yang mencegah pemukulan pian oleh preman itu langsung membuat teman-teman preman itu turut menyerang APriadi, Pian dan semua teman U$3. Apriadi dipukul, ditampar, berusaha menahan amarahnya dengan tetap berkata  ‘iya kita minta maaf..maaf’ . Kami bertiga, Aku, Yudi dan Wanji yang melihat peristiwa tersebut diam senejak. Namun melihat Pri terus diserang, Wanji berlari berusaha melerai.
++ Wanji, berusaha melerai pertengkaran antara Apriadi dengan Preman itu. Gilanya, teman dari preman-preman itu justru kembali menyerang Wanji dan langsung digebuk. Wanji berusaha berlari, tidak melawan. Namun emang preman-preman sinting, mereka terus aja merangsek menyerang teman-teman U$3 yang sama sekali gak melawan. Malahan, semua teman-teman pada ngalah, dengan tetap menangkis setiap serangan yang dilancarkan oleh mereka.
++ Pian, tak luput juga dari incaran mereka. Pian tidak melakukan apa-apa, Cuma melerai dari jauh, tapi langsung dikejar dan dipukul lagi. Pian dengan tetap mengangkat tangan, berusaha menjelaskan bahwa dia minta maaf atas apa yang menurut mereka tidak sesuai, namun dasar preman sinting,, setan apa yang merasuki mereka semua, mereka tetap menyerang.
++ Dana, teman kami yang jagoan silat. Berusaha melawan mereka, karena tak tahan melihat teman-teman ditindas begitu saja oleh preman-preman itu.  Dana, tentu saja menjadi incaran empuk mereka, 4 orang langsung berlari sekaligus menyerang Dana. Dana berhasil menendang dua diantara mereka, namun karena kalah jumlah Dana jatuh tersungkur dan langsung dihujani tendangan dan pukulan bertubi-tubi dari mereka. Warga yang melihat peristiwa tersebut ada yang langsung melerai, namun hanya sebagian kecil. Salah satu bapak, bergerak menuju kami (aku, Lia dan Nanda) yang tidak diserang oleh mereka. Menyuruh kami nutuk segera pulang…
++ Nuzul, untuk orang satu ini, saya sendiri kurang tahu jelasnya. Sebab dia tak tampak ikut bertarung dengan preman-preman tersebut. Namun setelah ditanya apa yang terjadi padanya, ia berkata bahwa ia juga hamper babak belur dihajar preman-preman itu kalau dia tidak memelas pertolongan dari orang lain. Menurutnya, baru kali itulah ia memelas meminta tolong pada orang lain. Namun apa jawab orang yang  tempatnya minta tolong ? “Lanjutkan saja”, lirih orang tersebut. Nuzul langsung mengambil kesimpulan bahwa orang tersebut termasuk teman preman itu. Segera dia berlari menjauh menuju teman-teman di tempat parkir.
++ Yudi. Lain yudi, lain pula pian. Kali ini mereka harus terpisah untuk sementara, sebab yudi ikut terjun menolong teman-teman yang diserang oleh para preman. Yudi (menurut penuturannya di rumah nina), bercerita bahwa tumben seumur hidupnya ia juga memohon pertolongan pada orang lain. Dengan sungguh-sungguh tentunya. Dengan senyum khas ia berkata bahwa ia akan membalas para preman itu jika mereka lewat Batu Belek atau Aikmel. “Awas muna liwat aikmel dengan si jauk ladik ino…awasana..” geramnya dengan kepalan tinju. Kuprediksi, yudi pasti sangat sakit hati. Tapi bukan dia saja tentunya, kami semua juga marah dan tak terima dengan perlakuan semena-mena mereka.
++ Nina. Nina bercerita bahwa kami (U$3) sama sekali tidak mengganggu mereka.. Nina menjelaskan bahwa para preman itulah yang mengganggu dan menggoda mereka “mereka mengambil air minum kita, kita biarin. Kita kasi mereka. mereka minta nasi, kita juga kasi mreka kok. Kita sih iya iya aja apa yang mereka minta. Tapi kok mereka menuduh kalau kami mengambil tas merekalah, uang merekalah sampai 500 ribu. Kapan?? Gak ada buktinya. “ apriadi menambahkan, “jangan diladeni, mereka total Cuma pengen cari masalah. Mereka sengaja cari perkara, walaupun gak ada masalah. Biasa dah itu.“ jelasnya yang juga masih tampak semrawut bekas serangan-serangan para preman itu.
Rata-rata semua teman kami yang diserang, matanya merah. Tampak urat-urat merah di sekitar bola mata mereka. Pian, telinganya lecet. Berdarah tentunya. Lalu Yudi, tidak tampak terluka berat, namun matanya juga memerah. Entah apakah karena serangan para preman itu atau saking marahnya. Wanji, kena bogem di rahang sebelah kirinya. Menurutnya, ia bersyukur karena pukulan itu tidak berat (keras dan telak), sebab rahang termasuk bagian vital. Ia menambahkan, ia bisa saja menumbangkan (‘menewaskan’) salah satu dari mereka saat preman itu menyerang wanji, sebab bagian dagu preman itu terbuka dan dengan sangat mudah bisa diserang. Namun wanji tidak ingin memperpanjang masalah, ia khawatir jika ia melakukan hal tersebut, justru nyawa teman-teman yang lain akan terancam. Sebab beberapa preman itu mulai mengambil senjata tajam mereka sekaligus teman-teman mereka juga mulai bermunculan. Sebagai Ketua Suku US3, tentu ia harus bersikap lebih bijaksana. Kemudian Daniz. Sangat dan tak pernah ia duga, kalau keluarganya sendiri akan menyerangnya begitu saja. Padahal dia Cuma melarang baik-baik keluarganya itu agar tidak menyerang teman-temannya. Akibatnya, Keluarga daniz di Aikmel marah besar. Ibunya yang berasal dari Batuyang terutama. Lalu ditambah oleh bapaknya yang berasal dari Masbagik. Malam itu juga, Maghrib itu juga, bapaknya beserta keluarga-keluarga daniz yang lain langsung meluncur menuju Batuyang. Setelah menemui Kadus setempat, mereka bersama-sama menuju rumah anak tersebut. Gufran, begitu kabarnya nama preman / keluarga daniz itu. Gufran  sedang berada di rumah neneknya ketika Pak Kadus memanggilnya dengan baik-baik ,”Gufran..kete anakku. Sugul “ begitu Gufran muncul, Bapak daniz (menurut cerita) langsung membabi buta gufran. Sampai pingsan di depan Kadus setempat. Begitulah besar rasa cinta orang tua pada anaknya. Ibunya daniz berkata ,” Anakku pergi baik baik. Masih segar, sehat tidak lecet sedikitpun. Tapi pulangnya membawa luka, ngumbe taget ta coba’?” dengan nada marah dan naik turun, Ibunya daniz berusaha menahan marahnya. Lain daniz, lain pula pian. Luka di telinga yang dideritanya membuat naik pitam juga keluargnya di Banjar Sari, Batu belek dan pungkang. Begitu juga dengan Yudi Bodoh. Keluarga mereka sangat tidak terima atas perlakuan para preman itu pada anaknya masing-masing.
Dengan bergegas kami semua memutar sepeda motor kami dan langsung melesat pulang. Tesa, yang aku bonceng hamper menangis ketakutan. Ia terus saja memaksaku untuk mengebut, membalap teman-teman yang lain. Aku sih tidak mau begitu saja, karena masih ada teman di belakang. Teas terus memaksa. “cepetan, ntar mereka mengejar” sahut paman Dana (yang ikut juga kena pukul) sambil terus mengendarai sepeda motornya. Otomatis, teas semakin khawatir. Terpaksa, aku langsung memacu laju sepeda motorku. Langsung menjadi yang terdepan dan meninggalkan teman-teman yang lain di belakang. Sampai di rumah Nina, Dana yang tadi membalap kami tidak langsung mematikan mesin sepeda motornya. “Ayo langsung pulang saja…” ia meminta kami untuk langsung pulang saja, sebelum teman-teman preman itu berkumpul dan lebih banyak lagi. Atau menunggu kami di jalan. Namun lain pula pendapatku. “lebih baik kita berhenti sejenak. Berkumpul dulu. Apapun yang terjadi, karena kita tidak sendiri. Ini umum, banyak warga yang akan membela kita kalau terjadi apa-apa. Lagian, luka dana lebih baik diobati dulu. Bahaya tuh”.  Nini dan disusul teman-teman yang lain mulai berkumpul. Kami berdebat sejenak, antara diam atau langsung pulang. Belum selesai berdebat, salah satu preman itu berhasil mengejar kami dan berhenti tepat di depan kami. “Hei…jangan macam-macam ya. Kan noak-noak mu aa….” Ucapnya dengan wajah yang juga sepertinya kena bogem dan mata yang masih merah.
Dana dan pamannya langsung pulang duluan, disusul Bq. Nini dan Daniz dengan membonceng Tary (anak Kades Suela). “teman-teman, lebih baik kita masuk dulu. “ ucapku pada teman-teman yang lain. Nina juga langsung menyuruh kami segera menuju belakang rumanhnya, sebelum ia mencari bapaknya. “jangan dilihat, langsung ke belakang” aku mengingatkan teman US3 yang melihat kelakuan preman itu di depan rumah Nina.
De Goeh sendiri, apa saja yang terjadi padanya?? Entah lah. Saat itu, hanya satu yang terpikir. Kita harus menghindar dulu. Lebih baik mengalah, sesuai dengan moto ilmu bela diri yang ia yakini. “Ngalah Ngalih Ngamuk”. Saat ini, ngalah adalah langkah terbaik. Namun jika kita tetap dicegat, apa boleh buat. Tapi menurutnya lagi, setelah sampai di rumah. Ia terlalu PENGECUT atau PENAKUT….hanya dia seorang yang tidak lecet, tidak tergores sedikitpun. Hanya dia seorang yang tidak ikut membantu temannya yang lain ketika mereka diserang. Hanya dia yang tidak ikut diserang oleh para preman itu. Sial!! Kenapa dia begitu bodoh dan bangak!! Dia hanya berkata ,” Sudah, jangan tatap mereka dan diam saja. Kita pulang !” bahkan lebih sedihny lagi, ia dibela oleh sepupunya yang seorang cewek. Grrr…… De Goeh PengeCUT!
Dari rentetan cerita di atas, masih banyak bagian yang tidak sempat diceritakan. Tentunya ini adalah Fakta dan U$3-Story’s in Ketapang.

Minggu, 05 September 2010

panduan shalat ied

Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, keluarga, para sahabat dan orang-orang yang meniti jalan mereka hingga akhir zaman.

Berikut adalah panduan ringkas dalam shalat ‘ied, baik shalat ‘Idul Fithri atau pun ‘Idul Adha. Yang kami sarikan dari beberapa penjelasan ulama. Semoga bermanfaat.
Hukum Shalat ‘Ied
Menurut pendapat yang lebih kuat, hukum shalat ‘ied adalah wajib bagi setiap muslim, baik laki-laki maupun perempuan yang dalam keadaan mukim[1]. Dalil dari hal ini adalah hadits dari Ummu ‘Athiyah, beliau berkata,
أَمَرَنَا – تَعْنِى النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- – أَنْ نُخْرِجَ فِى الْعِيدَيْنِ الْعَوَاتِقَ وَذَوَاتِ الْخُدُورِ وَأَمَرَ الْحُيَّضَ أَنْ يَعْتَزِلْنَ مُصَلَّى الْمُسْلِمِينَ.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan kepada kami pada saat shalat ‘ied (Idul Fithri ataupun Idul Adha) agar mengeluarkan para gadis (yang baru beanjak dewasa) dan wanita yang dipingit, begitu pula wanita yang sedang haidh. Namun beliau memerintahkan pada wanita yang sedang haidh untuk menjauhi tempat shalat.“[2]
Di antara alasan wajibnya shalat ‘ied dikemukakan oleh Shidiq Hasan Khon (murid Asy Syaukani).[3]

Pertama: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menerus melakukannya.

Kedua: Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintah kaum muslimin untuk keluar rumah untuk menunaikan shalat ‘ied. Perintah untuk keluar rumah menunjukkan perintah untuk melaksanakan shalat ‘ied itu sendiri bagi orang yang tidak punya udzur. Di sini dikatakan wajib karena keluar rumah merupakan wasilah (jalan) menuju shalat. Jika wasilahnya saja diwajibkan, maka tujuannya (yaitu shalat) otomatis juga wajib.

Ketiga: Ada perintah dalam Al Qur’an yang menunjukkan wajibnya shalat ‘ied yaitu firman Allah Ta’ala,
فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Dirikanlah shalat dan berqurbanlah (an nahr).” (QS. Al Kautsar: 2). Maksud ayat ini adalah perintah untuk melaksanakan shalat ‘ied.

Keempat: Shalat jum’at menjadi gugur bagi orang yang telah melaksanakan shalat ‘ied jika kedua shalat tersebut bertemu pada hari ‘ied. Padahal sesuatu yang wajib hanya boleh digugurkan dengan yang wajib pula. Jika shalat jum’at itu wajib, demikian halnya dengan shalat ‘ied. –Demikian penjelasan Shidiq Hasan Khon yang kami sarikan-.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Pendapat yang menyatakan bahwa hukum shalat ‘ied adalah wajib bagi setiap muslim lebih kuat daripada yang menyatakan bahwa hukumnya adalah fardhu kifayah (wajib bagi sebagian orang saja). Adapun pendapat yang mengatakan bahwa hukum shalat ‘ied adalah sunnah (dianjurkan, bukan wajib), ini adalah pendapat yang lemah. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri memerintahkan untuk melakukan shalat ini. Lalu beliau sendiri dan para khulafaur rosyidin (Abu Bakr, ‘Umar, ‘Utsman, dan ‘Ali, -pen), begitu pula kaum muslimin setelah mereka terus menerus melakukan shalat ‘ied. Dan tidak dikenal sama sekali kalau ada di satu negeri Islam ada yang meninggalkan shalat ‘ied. Shalat ‘ied adalah salah satu syi’ar Islam yang terbesar. … Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak memberi keringanan bagi wanita untuk meninggalkan shalat ‘ied, lantas bagaimana lagi dengan kaum pria?”[4]

Waktu Pelaksanaan Shalat ‘Ied
Menurut mayoritas ulama –ulama Hanafiyah, Malikiyah dan Hambali-, waktu shalat ‘ied dimulai dari matahari setinggi tombak[5] sampai waktu zawal (matahari bergeser ke barat).[6]
Ibnul Qayyim mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengakhirkan shalat ‘Idul Fitri dan mempercepat pelaksanaan shalat ‘Idul Adha. Ibnu ‘Umar yang sangat dikenal mencontoh ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah keluar menuju lapangan kecuali hingga matahari meninggi.”[7]
Tujuan mengapa shalat ‘Idul Adha dikerjakan lebih awal adalah agar orang-orang dapat segera menyembelih qurbannya. Sedangkan shalat ‘Idul Fitri agak diundur bertujuan agar kaum muslimin masih punya kesempatan untuk menunaikan zakat fithri.[8]

Tempat Pelaksanaan Shalat ‘Ied
Tempat pelaksanaan shalat ‘ied lebih utama (lebih afdhol) dilakukan di tanah lapang, kecuali jika ada udzur seperti hujan. Abu Sa’id Al Khudri mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – يَخْرُجُ يَوْمَ الْفِطْرِ وَالأَضْحَى إِلَى الْمُصَلَّى
Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar pada hari raya ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha menuju tanah lapang.“[9]
An Nawawi mengatakan, “Hadits Abu Sa’id Al Khudri di atas adalah dalil bagi orang yang menganjurkan bahwa shalat ‘ied sebaiknya dilakukan di tanah lapang dan ini lebih afdhol (lebih utama) daripada melakukannya di masjid. Inilah yang dipraktekkan oleh kaum muslimin di berbagai negeri. Adapun penduduk Makkah, maka sejak masa silam shalat ‘ied mereka selalu dilakukan di Masjidil Haram.”[10]

Tuntunan Ketika Hendak Keluar Melaksanakan Shalat ‘Ied

Pertama: Dianjurkan untuk mandi sebelum berangkat shalat. Ibnul Qayyim mengatakan, “Terdapat riwayat yang shahih yang menceritakan bahwa Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat mencontoh ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mandi pada hari ‘ied sebelum berangkat shalat.”[11]

Kedua: Berhias diri dan memakai pakaian yang terbaik. Ibnul Qayyim mengatakan, “Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar ketika shalat ‘Idul Fithri dan ‘Idul Adha dengan pakaiannya yang terbaik.”[12]

Ketiga: Makan sebelum keluar menuju shalat ‘ied khusus untuk shalat ‘Idul Fithri.
Dari ‘Abdullah bin Buraidah, dari ayahnya, ia berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- لاَ يَغْدُو يَوْمَ الْفِطْرِ حَتَّى يَأْكُلَ وَلاَ يَأْكُلُ يَوْمَ الأَضْحَى حَتَّى يَرْجِعَ فَيَأْكُلَ مِنْ أُضْحِيَّتِهِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied pada hari Idul Fithri dan beliau makan terlebih dahulu. Sedangkan pada hari Idul Adha, beliau tidak makan lebih dulu kecuali setelah pulang dari shalat ‘ied baru beliau menyantap hasil qurbannya.”[13]
Hikmah dianjurkan makan sebelum berangkat shalat Idul Fithri adalah agar tidak disangka bahwa hari tersebut masih hari berpuasa. Sedangkan untuk shalat Idul Adha dianjurkan untuk tidak makan terlebih dahulu adalah agar daging qurban bisa segera disembelih dan dinikmati setelah shalat ‘ied.[14]

Keempat: Bertakbir ketika keluar hendak shalat ‘ied. Dalam suatu riwayat disebutkan,
كَانَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَخْرُجُ يَوْمَ الفِطْرِ فَيُكَبِّر حَتَّى يَأْتِيَ المُصَلَّى وَحَتَّى يَقْضِيَ الصَّلاَةَ فَإِذَا قَضَى الصَّلاَةَ ؛ قَطَعَ التَّكْبِيْر
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa keluar hendak shalat pada hari raya ‘Idul Fithri, lantas beliau bertakbir sampai di lapangan dan sampai shalat hendak dilaksanakan. Ketika shalat hendak dilaksanakan, beliau berhenti dari bertakbir.”[15]
Dari Ibnu ‘Umar, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berangkat shalat ‘ied (Idul Fithri dan Idul Adha) bersama Al Fadhl bin ‘Abbas, ‘Abdullah bin’Abbas, ‘Ali, Ja’far, Al Hasan, Al Husain, Usamah bin Zaid, Zaid bin Haritsah, dan Ayman bin Ummi Ayman, mereka mengangkat suara membaca tahlil (laa ilaha illallah) dan takbir (Allahu Akbar).”[16]

Tata cara takbir ketika berangkat shalat ‘ied ke lapangan:
[1] Disyari’atkan dilakukan oleh setiap orang dengan menjahrkan (mengeraskan) bacaan takbir. Ini berdasarkan kesepakatan empat ulama madzhab.[17]
[2] Di antara lafazh takbir adalah,
اللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ لَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ اللَّهُ أَكْبَرُ وَلِلَّهِ الْحَمْدُ
“Allahu akbar, Allahu akbar, laa ilaaha illallah wallahu akbar, Allahu akbar wa lillahil hamd (Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, tidak ada sesembahan yang berhak disembah dengan benar selain Allah, Allah Maha Besar, Allah Maha Besar, segala pujian hanya untuk-Nya)” Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa lafazh ini dinukil dari banyak sahabat, bahkan ada riwayat yang menyatakan bahwa lafazh ini marfu’ yaitu sampai pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.[18]
Syaikhul Islam juga menerangkan bahwa jika seseorang mengucapkan “Allahu Akbar, Allahu akbar, Allahu akbar“, itu juga diperbolehkan.[19]

Kelima: Menyuruh wanita dan anak kecil untuk berangkat shalat ‘ied. Dalilnya sebagaimana disebutkan dalam hadits Ummu ‘Athiyah yang pernah kami sebutkan. Namun wanita tetap harus memperhatikan adab-adab ketika keluar rumah, yaitu tidak berhias diri dan tidak memakai harum-haruman.
Sedangkan dalil mengenai anak kecil, Ibnu ‘Abbas –yang ketika itu masih kecil- pernah ditanya, “Apakah engkau pernah menghadiri shalat ‘ied bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” Ia menjawab,
نَعَمْ ، وَلَوْلاَ مَكَانِى مِنَ الصِّغَرِ مَا شَهِدْتُهُ
Iya, aku menghadirinya. Seandainya bukan karena kedudukanku yang termasuk sahabat-sahabat junior, tentu aku tidak akan menghadirinya.”[20]

Keenam: Melewati jalan pergi dan pulang yang berbeda. Dari Jabir, beliau mengatakan,
كَانَ النَّبِىُّ – صلى الله عليه وسلم – إِذَا كَانَ يَوْمُ عِيدٍ خَالَفَ الطَّرِيقَ
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘ied, beliau lewat jalan yang berbeda ketika berangkat dan pulang.“[21]

Ketujuh: Dianjurkan berjalan kaki sampai ke tempat shalat dan tidak memakai kendaraan kecuali jika ada hajat. Dari Ibnu ‘Umar, beliau mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَخْرُجُ إِلَى الْعِيدِ مَاشِيًا وَيَرْجِعُ مَاشِيًا.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa berangkat shalat ‘ied dengan berjalan kaki, begitu pula ketika pulang dengan berjalan kaki.“[22]

Tidak Ada Shalat Sunnah Qobliyah ‘Ied dan Ba’diyah ‘Ied
Dari Ibnu ‘Abbas, ia berkata,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَرَجَ يَوْمَ أَضْحَى أَوْ فِطْرٍ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ لَمْ يُصَلِّ قَبْلَهَا وَلاَ بَعْدَهَا
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah keluar pada hari Idul Adha atau Idul Fithri, lalu beliau mengerjakan shalat ‘ied dua raka’at, namun beliau tidak mengerjakan shalat qobliyah maupun ba’diyah ‘ied.“[23]

Tidak Ada Adzan dan Iqomah Ketika Shalat ‘Ied
Dari Jabir bin Samuroh, ia berkata,
صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الْعِيدَيْنِ غَيْرَ مَرَّةٍ وَلاَ مَرَّتَيْنِ بِغَيْرِ أَذَانٍ وَلاَ إِقَامَةٍ.
“Aku pernah melaksanakan shalat ‘ied (Idul Fithri dan Idul Adha) bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan hanya sekali atau dua kali, ketika itu tidak ada adzan maupun iqomah.”[24]
Ibnul Qayyim mengatakan, “Jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam sampai ke tempat shalat, beliau pun mengerjakan shalat ‘ied tanpa ada adzan dan iqomah. Juga ketika itu untuk menyeru jama’ah tidak ada ucapan “Ash Sholaatul Jaam’iah.” Yang termasuk ajaran Nabi adalah tidak melakukan hal-hal semacam tadi.”[25]

Tata Cara Shalat ‘Ied
Jumlah raka’at shalat Idul Fithri dan Idul Adha adalah dua raka’at. Adapun tata caranya adalah sebagai berikut.[26]

Pertama: Memulai dengan takbiratul ihrom, sebagaimana shalat-shalat lainnya.

Kedua: Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak tujuh kali takbir -selain takbiratul ihrom- sebelum memulai membaca Al Fatihah. Boleh mengangkat tangan ketika takbir-takbir tersebut sebagaimana yang dicontohkan oleh Ibnu ‘Umar. Ibnul Qayyim mengatakan, “Ibnu ‘Umar yang dikenal sangat meneladani Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mengangkat tangannya dalam setiap takbir.”[27]

Ketiga: Di antara takbir-takbir (takbir zawa-id) yang ada tadi tidak ada bacaan dzikir tertentu. Namun ada sebuah riwayat dari Ibnu Mas’ud, ia mengatakan, “Di antara tiap takbir, hendaklah menyanjung dan memuji Allah.”[28] Syaikhul Islam mengatakan bahwa sebagian salaf di antara tiap takbir membaca bacaan,
سُبْحَانَ اللَّهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلَا إلَهَ إلَّا اللَّهُ وَاَللَّهُ أَكْبَرُ . اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي
Subhanallah wal hamdulillah wa laa ilaha illallah wallahu akbar. Allahummaghfirlii war hamnii (Maha suci Allah, segala pujian bagi-Nya, tidak ada sesembahan yang benar untuk disembah selain Allah. Ya Allah, ampunilah aku dan rahmatilah aku).” Namun ingat sekali lagi, bacaannya tidak dibatasi dengan bacaan ini saja. Boleh juga membaca bacaan lainnya asalkan di dalamnya berisi pujian pada Allah Ta’ala.

Keempat: Kemudian membaca Al Fatihah, dilanjutkan dengan membaca surat lainnya. Surat yang dibaca oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah surat Qaaf pada raka’at pertama dan surat Al Qomar pada raka’at kedua. Ada riwayat bahwa ‘Umar bin Al Khattab pernah menanyakan pada Waqid Al Laitsiy mengenai surat apa yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika shalat ‘Idul Adha dan ‘Idul Fithri. Ia pun menjawab,
كَانَ يَقْرَأُ فِيهِمَا بِ (ق وَالْقُرْآنِ الْمَجِيدِ) وَ (اقْتَرَبَتِ السَّاعَةُ وَانْشَقَّ الْقَمَرُ)
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca “Qaaf, wal qur’anil majiid” (surat Qaaf) dan “Iqtarobatis saa’atu wan syaqqol qomar” (surat Al Qomar).”[29]
Boleh juga membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua. Dan jika hari ‘ied jatuh pada hari Jum’at, dianjurkan pula membaca surat Al A’laa pada raka’at pertama dan surat Al Ghosiyah pada raka’at kedua, pada shalat ‘ied maupun shalat Jum’at. Dari An Nu’man bin Basyir, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- يَقْرَأُ فِى الْعِيدَيْنِ وَفِى الْجُمُعَةِ بِ (سَبِّحِ اسْمَ رَبِّكَ الأَعْلَى) وَ (هَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ الْغَاشِيَةِ) قَالَ وَإِذَا اجْتَمَعَ الْعِيدُ وَالْجُمُعَةُ فِى يَوْمٍ وَاحِدٍ يَقْرَأُ بِهِمَا أَيْضًا فِى الصَّلاَتَيْنِ.
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam shalat ‘ied maupun shalat Jum’at “Sabbihisma robbikal a’la” (surat Al A’laa) dan “Hal ataka haditsul ghosiyah” (surat Al Ghosiyah).” An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘ied bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat.[30]

Kelima: Setelah membaca surat, kemudian melakukan gerakan shalat seperti biasa (ruku, i’tidal, sujud, dst).

Keenam: Bertakbir ketika bangkit untuk mengerjakan raka’at kedua.

Ketujuh: Kemudian bertakbir (takbir zawa-id/tambahan) sebanyak lima kali takbir -selain takbir bangkit dari sujud- sebelum memulai membaca Al Fatihah.

Kedelapan: Kemudian membaca surat Al Fatihah dan surat lainnya sebagaimana yang telah disebutkan di atas.

Kesembilan: Mengerjakan gerakan lainnya hingga salam.

Khutbah Setelah Shalat ‘Ied
Dari Ibnu ‘Umar, ia mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وَأَبُو بَكْرٍ وَعُمَرُ – رضى الله عنهما – يُصَلُّونَ الْعِيدَيْنِ قَبْلَ الْخُطْبَةِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakr, begitu pula ‘Umar biasa melaksanakan shalat ‘ied sebelum khutbah.”[31]
Setelah melaksanakan shalat ‘ied, imam berdiri untuk melaksanakan khutbah ‘ied dengan sekali khutbah (bukan dua kali seperti khutbah Jum’at).[32] Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan khutbah di atas tanah dan tanpa memakai mimbar.[33] Beliau pun memulai khutbah dengan “hamdalah” (ucapan alhamdulillah) sebagaimana khutbah-khutbah beliau yang lainnya.
Ibnul Qayyim mengatakan, “Dan tidak diketahui dalam satu hadits pun yang menyebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membuka khutbah ‘iednya dengan bacaan takbir. … Namun beliau memang sering mengucapkan takbir di tengah-tengah khutbah. Akan tetapi, hal ini tidak menunjukkan bahwa beliau selalu memulai khutbah ‘iednya dengan bacaan takbir.”[34]
Jama’ah boleh memilih mengikuti khutbah ‘ied ataukah tidak. Dari ‘Abdullah bin As Sa-ib, ia berkata bahwa ia pernah menghadiri shalat ‘ied bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, tatkala beliau selesai menunaikan shalat, beliau bersabda,
إِنَّا نَخْطُبُ فَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَجْلِسَ لِلْخُطْبَةِ فَلْيَجْلِسْ وَمَنْ أَحَبَّ أَنْ يَذْهَبَ فَلْيَذْهَبْ

“Aku saat ini akan berkhutbah. Siapa yang mau tetap duduk untuk mendengarkan khutbah, silakan ia duduk. Siapa yang ingin pergi, silakan ia pergi.”[35]

Ucapan Selamat Hari Raya
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan, “Adapun tentang ucapan selamat (tah-niah) ketika hari ‘ied seperti sebagian orang mengatakan pada yang lainnya ketika berjumpa setelah shalat ‘ied, “Taqobbalallahu minna wa minkum wa ahaalallahu ‘alaika” dan semacamnya, maka seperti ini telah diriwayatkan oleh beberapa sahabat Nabi. Mereka biasa mengucapkan semacam itu dan para imam juga memberikan keringanan dalam melakukan hal ini sebagaimana Imam Ahmad dan lainnya. Akan tetapi, Imam Ahmad mengatakan, “Aku tidak mau mendahului mengucapkan selamat hari raya pada seorang pun. Namun kalau ada yang mengucapkan selamat padaku, aku akan membalasnya“. Imam Ahmad melakukan semacam ini karena menjawab ucapan selamat adalah wajib, sedangkan memulai mengucapkannya bukanlah sesuatu yang dianjurkan. Dan sebenarnya bukan hanya beliau yang tidak suka melakukan semacam ini. Intinya, barangsiapa yang ingin mengucapkan selamat, maka ia memiliki qudwah (contoh). Dan barangsiapa yang meninggalkannya, ia pun memiliki qudwah (contoh).”

Bila Hari ‘Ied Jatuh pada Hari Jum’at
Bila hari ‘ied jatuh pada hari Jum’at, maka bagi orang yang telah melaksanakan shalat ‘ied, ia punya pilihan untuk menghadiri shalat Jum’at atau tidak. Namun imam masjid dianjurkan untuk tetap melaksanakan shalat Jum’at agar orang-orang yang punya keinginan menunaikan shalat Jum’at bisa hadir, begitu pula orang yang tidak shalat ‘ied bisa turut hadir. Pendapat ini dipilih oleh mayoritas ulama Hambali. Dan pendapat ini terdapat riwayat dari ‘Umar, ‘Utsman, ‘Ali, Ibnu ‘Umar, Ibnu ‘Abbas dan Ibnu Az Zubair.
Dalil dari hal ini adalah:
Pertama: Diriwayatkan dari Iyas bin Abi Romlah Asy Syamiy, ia berkata, “Aku pernah menemani Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan ia bertanya pada Zaid bin Arqom,
أَشَهِدْتَ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عِيدَيْنِ اجْتَمَعَا فِى يَوْمٍ قَالَ نَعَمْ. قَالَ فَكَيْفَ صَنَعَ قَالَ صَلَّى الْعِيدَ ثُمَّ رَخَّصَ فِى الْجُمُعَةِ فَقَالَ « مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّىَ فَلْيُصَلِّ ».
“Apakah engkau pernah menyaksikan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bertemu dengan dua ‘ied (hari Idul Fithri atau Idul Adha bertemu dengan hari Jum’at) dalam satu hari?” “Iya”, jawab Zaid. Kemudian Mu’awiyah bertanya lagi, “Apa yang beliau lakukan ketika itu?” “Beliau melaksanakan shalat ‘ied dan memberi keringanan untuk meninggalkan shalat Jum’at”, jawab Zaid lagi. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mau shalat Jum’at, maka silakan melaksanakannya.”[36]
Kedua: Dari ‘Atho’, ia berkata, “Ibnu Az Zubair ketika hari ‘ied yang jatuh pada hari Jum’at pernah shalat ‘ied bersama kami di awal siang. Kemudian ketika tiba waktu shalat Jum’at Ibnu Az Zubair tidak keluar, beliau hanya shalat sendirian. Tatkala itu Ibnu ‘Abbas berada di Thoif. Ketika Ibnu ‘Abbas tiba, kami pun menceritakan kelakuan Ibnu Az Zubair pada Ibnu ‘Abbas. Ibnu ‘Abbas pun mengatakan, “Ia adalah orang yang menjalankan sunnah (ajaran Nabi) [ashobas sunnah].”[37] Jika sahabat mengatakan ashobas sunnah(menjalankan sunnah), itu berarti statusnya marfu’ yaitu menjadi perkataan Nabi.[38]
Diceritakan pula bahwa ‘Umar bin Al Khottob melakukan seperti apa yang dilakukan oleh Ibnu Az Zubair. Begitu pula Ibnu ‘Umar tidak menyalahkan perbuatan Ibnu Az Zubair. Begitu pula ‘Ali bin Abi Tholib pernah mengatakan bahwa siapa yang telah menunaikan shalat ‘ied maka ia boleh tidak menunaikan shalat Jum’at. Dan tidak diketahui ada pendapat sahabat lain yang menyelisihi pendapat mereka-mereka ini.[39]

Catatan:
Dianjurkan bagi imam masjid agar tetap mendirikan shalat Jum’at supaya orang yang ingin menghadiri shalat Jum’at atau yang tidak shalat ‘ied bisa menghadirinya. Dalil dari hal ini adalah dari An Nu’man bin Basyir, ia berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa membaca dalam shalat ‘ied dan shalat Jum’at “sabbihisma robbikal a’la” dan “hal ataka haditsul ghosiyah”.” An Nu’man bin Basyir mengatakan begitu pula ketika hari ‘ied bertepatan dengan hari Jum’at, beliau membaca kedua surat tersebut di masing-masing shalat.[40] Karena imam dianjurkan membaca dua surat tersebut pada shalat Jum’at yang bertepatan dengan hari ‘ied, ini menunjukkan bahwa shalat Jum’at dianjurkan untuk dilaksanakan oleh imam masjid.
Siapa saja yang tidak menghadiri shalat Jum’at dan telah menghadiri shalat ‘ied –baik pria maupun wanita- maka wajib baginya untuk mengerjakan shalat Zhuhur (4 raka’at) sebagai ganti karena tidak menghadiri shalat Jum’at.[41]
Demikian beberapa penjelasan ringkas mengenai panduan shalat Idul Fithri dan Idul Adha. Semoga bermanfaat.
Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.

cinta

Aku menyintaimu kerana agama yang ada padamu, jika kau hilangkan agama dalam dirimu, hilanglah cintaku padamu” (Imam Nawawi)

Kiranya tiada cinta insani untukku, cukuplah cinta Allah penyuluh hidupku..
Moga kelak akan ada cinta untukku daripada insan yang mencintai Allah sebagaimana cintaku terhadapNya..
Ya Allah, jika aku jatuh cinta, cintakanlah aku pada seseorang yang melabuhkan cintanya padaMu agar bertambah kekuatanku untuk menyintaiMu..
Izinkanlah aku menyentuh hati seseorang yang hatinya tertaut padaMu, agar tidak terjatuh aku dalam jurang cinta nafsu..
Ya Rabbana, jika aku jatuh hati jagalah hatiku padanya agar tidak berpaling daripada hatiMu..
Ya Rabbul Izzati, jika aku rindu, rindukanlah aku pada seseorang yang merindui syahid di jalanMu..
Ya Allah, jika aku menikmati cinta kekasihMu janganlah kenikmatan itu melebihi kenikmatan indahnya bermunajat di sepertiga malam terakhirMu Ya Allah­..
Ya Allah, jika aku jatuh hati pada kekasihMu, janganlah biarkan aku tertatih dan terjatuh dalam perjalanan panjang menyeru manusia kepadaMu..
Ya Allah, jika Kau halalkan aku merindui KekasihMu, jangan biarkan aku melampaui batasan sehingga melupakan aku pada cinta hakiki dan rindu abadi hanya kepadaMu…­Amiin..
awan cinta
muslimah
 Kadangkala orang yang paling mencintaimu adalah orang yang tak pernah menyatakan cintanya padamu kerana orang itu takut kau berpaling dan menjauhinya. Dan bila suatu masa dia hilang dari pandanganmu, kau akan menyedari dia adalah cinta yang tidak pernah kau sedari…

Jumat, 03 September 2010

D'magenta Sian

indahnya masa persahabatan
bersama kita lalui hari - hari di bawah terik mentari
bersama  kita lewati jembatan mimpi
bersama kita hadapi cobaan yang menanti
bersama kita tersenyum
bersama kita merenung
  bersama merasakan pahitnya hidup
    dan bersama pula pahit itu sirna saat
       kita bersama meneguk manisnya madu persahabatan
sahabat...
 miss u all....

de goeh